MEDAN MAKNA DAN KOMPONAN MAKNA
MEDAN MAKNA DAN KOMPONAN MAKNA
O
L
E
H
KELOMPOK IV:
Ø
NOBERTUS
HARDU (513 06 042)
Ø
EDMUNDUS
D. LIAN (513 06 055)
Ø
YOHANES
DAKOSTA (513 06 043)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat TUHAN yang maha Esa atas terwujudnya penulisan makalah tentang “MEDAN
MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA” dalam rangka
pemberian tugas dari dosen pembimbing matakulia “SEMANTIK” yang bertujuan
meningkatkan kemampuan kami dalam menyusun sebuah karya tulis untuk memantapkan
proses belajar mengajar di perguruan tinggi.
Melalui makalah ini kami sebagai calon
guru di bekali pengetahuan dan ketrampilan diri dalam merancang pembelajaran bahasa dan sastra indonesia. Dan
kami juga menyadari bahwa makalah
ini masih kurang sempurna.
Semoga makalah ini mendatangkan manfaat
bagi kita semua, dan kami juga mengharapkan tegur sapa dan saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman semua.
Makassar,
Mei 2015
penulis
ii
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latra Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………….1
C. Tujuan Masalah ...........................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Medan Makna............................................................................... 2
B.
Komponen Makna………………………………………………5
C. Kesesuaian Semantis dan Gramatis........................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................. 9
B.
Saran...............................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………...10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makna
bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni
makna, berada di seluruh atau di semua
tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. oleh karena itu, penamaan
tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan satu tataran dalam
arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur
yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap
tataran itu tidak sama.
Hockett (1954) misalnya, salah
seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
kompleks dari kebiasaan kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima
subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem
morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Subsistem gramatika,
fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral . Tak
jarang diantara kita memaknai sebuah kata tanpa mengetahui apa medan makna dan
komponen maknanya. Sebenarnya setiap kata mempunyai komponen makna yang berbeda
meskipun kata tersebut nerupakan kata yang bersinonim.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penyelesaian masalah
diatas kami membuat beberapa rumusan masalah.
a. Apa yang dimaksud dengan medan makna ?
b. Apa yang dimaksud dengan komponen makna?
b. Apa yang dimaksud dengan komponen makna?
c.Bagaimana kesesuaian semantik dan gramatis ?
C. Tujuan
Adapun hal-hal yang ingin di capai dalam
makalah ini adalah :
a. Mengetahui yang dimaksud dengan medan makna.
b. Mengetahui yang dimaksud dengan komponen makna.
a. Mengetahui yang dimaksud dengan medan makna.
b. Mengetahui yang dimaksud dengan komponen makna.
c.Mengetahui
kesesuaian semantis dan gramatis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Medan
Makna
Medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga.
Dengan sistem semantik, tata bahasa atau leksikogramar, dan
ekspresi, bahasa telah membingkai atau mengungkung seseorang untuk berpikir,
merasakan sesuatu, bersikap atau bertindak,
dan berkeyakinan terhadap sesuatu. Dengan kata lain, bahasa telah membingkai kognisi,
emosi, sikap, dan unsur spritual seseorang dalam memahami alam semesta.Setiap
bahasa memiliki sistim semantik, leksikogramar dan ekspresi yang unik (di
samping keuniversalan bahasa) yang
membedakan satu bahasa dengan yang lain.
Hal ini berimplikasi bahwa pengalaman atau
pemahaman tentang realitas yang dibentuk dengan suatu bahasa berbeda
dengan pengalaman atau pemahaman yang dibentuk dengan bahasa lain. Dengan kata
lain, bahasa merupakan sarana pembentukan jati diri seseorang atau
suatu bangsa. Satu bangsa berbeda dengan yang lain karena persepsi bangsa
itu terhadap alam dansosial semesta berbeda dengan persepsi yang lain dan
perbedaan persepsi itu akibat perbedaan bahasa. Semantik
merupakan salah satu komponen dalam cabang ilmu linguistik yang mengkhusus dalam
pengkajian makna.
Makna bahasa terutama makna kata dapat kita petakan menurut
komponennya. Pandangan seperti ini, dapat dilihat dalam teori medan makna yangmenyatakan bahwa kosakata dalam suatu bahasa
terbentuk dalam kelompok-kelompok katayang menunjuk kepada satu
perkongsian makna tertentu, misalnya apabila kita mendengar seseorang
menyebut µalat ganti kereta , tentunya kita terbayang bermacam-macam jenis alat
ganti kereta.
Dalam
hal ini kesemua alat ganti tersebut sebenarnya berkongsi satu bilik
yangdinamakan bilik alat ganti. Apakah sebenarnya medan makna?
2
Sebuah medan makna, menurut Trier (1934), dapat diibaratkan
sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser, makna kata lain dalam medan
makna tersebut juga akan berubah (Trier, dalam Lehrer, 1974:16).
Medan makna menurut Kamus Linguistik (KL: 1997) Kumpulan
butir leksikel yang maknanya saling berhubung kait disebabkan kehadiran
masing-masing dalam konteks yang serupa. Untuk menggambarkan hubungan sesuatu butir
leksikel, kata atau antarkata melalui satumedan makna yang dikongsi oleh kata
yang lain dalam suatu bidang tertentu dapatdiungkapkan melalui komponen makna
yang terdapat dalam kata-kata dalam suatu bidang tertentu.
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna (semantic
field, semantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat
dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri
semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya, kata-kata kuning, merah,
hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu kelompok warna.
Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai
kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau satu medan leksikal, yang
dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan
leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu. Misalnya, nama-nama warna, n Medan
makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan.
Kata-kata atau leksem-leksem yang
megelompokkan dalam satu medan makna, berdasrkan sifat hubungan semantisnya
dapat di bedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set kolokasi menunjuk
pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur
leksikal itu. Misalnya, dalam kalimat
Supir metro mini mengintruksikan kepada karnet agar meminta ongkos kepenumpang.
Supir metro mini mengintruksikan kepada karnet agar meminta ongkos kepenumpang.
3
Kita menemukan kata-kata supir, metromini, kernet, dan
penumpang yang merupakan kata-kata dalam satu lokasi, satu tempat atau
lingkungan yang sama, yang berkenan dengan lingkungan darat (dalam metromoni).
Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan
sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok set menunjuk, pada
hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set
biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya merupakan satu kesatuan.
Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan
anggota-anggota lain dalam set itu umpamanya, kata remaja merupakan tahap
perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa, sedangkan kata sejuk merupakan suhu
diantara dingin dan hangat, maka kalau kata-kata yang satu set dengan remaja
dan sejuk dibagankan adalah menjadi sebagai berikut :
SET (PARADIGMATIK)
Manula/lansia
|
Terik
|
Dewasa
|
Panas
|
Remaja
|
Hangat
|
Kanak-kanak
|
Sejuk
|
Bayi
|
Dingin
|
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set
ini besar artinya bagi kita dapat memahami konsep-konsep budaya yang ada dalam
satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan ini sering kurang jelas karena
adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal yang di kelompokkan itu,
misalnya, kata karang dapat masuk dalam kelompok medan makna pariwisata dan
dapat pula masuk kedalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula dalam
kelompok medan makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan makna
ini tidak mempedulikan adanay nuansa makan, perbedaan makna denotasi dan
konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga memiliki juga makna “belum dewasa”,
keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan membantah, serta tidak
konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makana ini hanya tertumpu pada
makna dasar, makna denotatif, atau makana pusatnya saja.
Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat
antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu.
4
Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung
tujuh itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak
lawan yang ramai,
kiper
dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan
gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol,
bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu
tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau
berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan tentang jenis makna ada juga, yaitu jenis
makna kolokasi. Yang dimaksud di sini adalah makna kata tertentu berkenaan
dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang lain yang merupakan
kolokasinya.
Misalnya
kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi
kata tampan memiliki komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata
cantik memiliki komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah memiliki
komponen atau ciri makna [-manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk
pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah, sedangkan bentuk *pemuda indah dan
gadis tampan tidak dapat diterima.
2.2.Komponen Makna
Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen
makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan
“pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki
komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya
anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau
komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan ibu tidak memiliki kata
jantan.
Komponen
Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1.
Insane
2.
Dewasa
3.
Jantan
4.
kawin
|
+
+
+
+
|
+
+
_
+
|
5
Keterangan:
tanda + mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen
makna tersebut.
Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner)
oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata
dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner ini kita juga dapat
menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan makna.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan
analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu
diantaranya lebih bersifat netrl atau umum sedangkan yang lain bersift khusus.
Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat umum dan
netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih
bersift khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena
memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari
satu. Contoh yang sukar dicari pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan
dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya lebih dari satu,
yaitu berdiri misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias dipertentangkan dengan
kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan
berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur
ciri-ciri semantic itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan
mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan dewasa, mana yang
lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa juga
dewasa sebab tidak ada alas an bagi kita untuk menyebutkan cirri jantan lebih
bersifat umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu
tidak menyiratkan makna yang lain.
2.2.1. Kelemahan Analisis Komponen
Makna Menggunakan Pembagian Biner
Di samping memiliki beberpa mamfaat, analisis komponen makna
juga memiliki keterbatasan. Analisis komponen makna tidak dapat diterapkan pada
semua kata, karena komponen makna kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang
tindih.
6
Analisis komponen
makna lebih banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan
pada kelas kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat
diberi ciri-ciri semantik.
Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner
banyak kelemahanya tetapi cara ini banyak manfaatnya untuk memahami makna
kalimat. Para tata bahasawan tranformasional juga telah menggunakan teknik ini
sehingga minat terhadap anlisis komponen makna ini menjadi meningkat. Analisis
semantic kata yang dibuat seperti diatas tentu banyak memberi manfaat dalam
memahami makna-makna kalimat, tetapi pembuatan daftar kosa kata dengan disertai
ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang mudah sebab
memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.
2.3.Kesesuaian Semantis dan Gramatis
Seorang bahasawan atau penutur suatu bahsa dapat memahami
dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasai semua kalimat yang ada
dalam bahsanya itu, melainkan karena adanya kesesuaian cirri-ciri semantic
antara unsure leksikal yang satu dengan unsure leksikal lainnya.
Contoh:
katak, wanita dan mengnadung mempunyai kesesuaian cirri semantic. Tetapi antara
jejaka dan mengandung tidak ada kesesuaian ciri. Karena pada kata wanita ada
kesesuaian ciri (+ mengandung) sedangkan pada kata jejaka ada cirri (+ non
mengandung).
Ciri
|
Wanita
|
jejaka
|
Insane
Mengandung
|
+
+
|
+
_
|
Kesesuaian ciri berlaku bukan hanya pada unsure-unsur
leksikal saja, tetapi juga berlaku antara unrus leksikal dan gramatikal.
Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam, tetapi tidak sesuai
dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam.
Kata
seekor sesuai dengan kata aya, karena keduanya mengandung cirri (+tunggal),
sebaliknya kata seeok tidak sesuia dengan kata ayam-ayam karena seeokr berciri
makana (+ tunggal) sedangkan ayam-ayamayam berciri makna (-tunggal)
7
Ciri
|
seekor
|
ayam
|
ayam-ayam
|
tunggal
|
+
|
+
|
_
|
Kata
seekor dan guru juga tidak mempunyai kesesuaian karena kata guru berciri makna
(+manusia) sedangkan kata seekor (-manusia). Kata seekor hanya sesuai dengan
kata yang berciri (-manusia), misalnya ayam dan kambing,. Kata ayam pun tidak
sesuai dengan kata seorang karena kata seorang berciri (+manisia).
Ciri
|
guru
|
seekor
|
ayam
|
seorang
|
manusia
|
+
|
-
|
-
|
+
|
Adanya kesesuaian unsure-unsur leksikal dan integrasinya
dengan unrur gramatikal sudah banyak diteliti orang sejalan dengan pesatnya
penelitian di bidang semantic sejak tahun 60-an. Pada ahli tata bahasa
generatif seperti Chfe (1970) dan Fillmore (1971) berpendapat bahwa setiap
unsure leksiakal mengandung ketentuan ketentuan penggunaannya yang sudah
terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat semantik. Ketentuan-ketentuan
gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramtikal yang berlaku jika suatu unsur
gramatikal yang hendak digunakan. Contohnya, kata kerja “ makan” dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah
subjek dan sebuah objek (walaupun di sini objek bisa dihilangkan).
Lalu,
ketentuan-ketentuan semantic menunjukkan ciri-ciri semantis yang harus ada di
dalam unsur-unsur leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan
gramatikal tersebut . Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus
mengandung ciri makna (+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna
(+makanan).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu medan makna (Semantik domain, semantik Field)
atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena mengambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas
dalam alam semesta tertentu. Komponen makna ialah makna yang dimiliki setiap kata yang
terdiri atas sejumlah komponen yang berbentuk keseluruhan makana kata itu. Kesesuaian
semantik dan gramatis seorang penutur
suatu bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia
menguasi sebuah kalimat yang ada dalam bahsanya itu, melainkan karna adanya
unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik dengan unsur leksikal yang
satu dengan unsur leksikal lainnya.
B.
Saran
Dari makalah ini kami menyarankan semoga
makalah ini mendatangkan atau memberi ilmu baru bagi para pembaca tentang medan
makna dan komponen makna, dan kamipun mengharapkan tegur sapa atau saran dari
para pembaca, teman-teman serta dosen pembimbing bila mana menemukan kesalahan
atau kekeliruan dari makalah ini.
9
Komentar
Posting Komentar