unsur-unsur pembangun puisi



UNSUR-UNSUR PUISI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2P0In9kCIolKZvccWF41pE78WiJUQy9fTu89DXo9_fxcJBB_NnRof6-xRth_17-9d6QRSv68ajuTmuWt59L5e7G8Ry7597lNyz3zHWcECtXUVKw1IgmDCtQxCUt17cNEfiiPOHKngVcY/s200/logo+unpacti.jpg


O
L
E
H

NAMA       : NOBERTUS HARDU
NIM           : 513 06 042
KELAS     : B



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

      Puji syukur kehadirat TUHAN yang maha Esa  atas terwujudnya penulisan makalah tentang “UNSURE-UNSUR PUISI  dalam rangka pemberian tugas dari dosen pembimbing matakulia “APRESIASI PUISI” yang bertujuan meningkatkan kemampuan kami dalam menyusun sebuah karya tulis untuk memantapkan proses belajar mengajar di perguruan tinggi.
       Melalui makalah ini kami sebagai calon guru di bekali pengetahuan dan ketrampilan diri dalam merancang  pembelajaran bahasa dan sastra indonesia. Dan kami juga menyadari bahwa  makalah ini  masih kurang sempurna.
        Semoga makalah ini mendatangkan manfaat bagi kita semua, dan kami juga mengharapkan tegur sapa dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman semua.







Makassar, Mei 2015


      penulis




ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN
A . Latar Belakang1
            B. Rumusan Masalah2
            C. Tujuan Penulisan2
           
BAB II PEMBAHASAN
a.      Pengertian Puisi3
b.      Unsur-unsur pembangun puisi3
1.   Bunyi 3
2.      Irama 5
3.      Diksi 5
4.      Bahasa Kias6
5.      Jenis-jenis Bahasa Kias7
6.      Fungsi Bahasa Kias17
7.      Citraan atau Gambaran Angan20
8.      Pengerertian Ruang Lingkup dan Sumber Citraan21
9.      Jenis-Jenis Citraan22

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan24
B.      Saran25
 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Salah satu cabang kajian tentang sastra adalah puisi. Puisi merupakan bagian dari ilmu sastra. Sastra dalam bahasa Sansekerta berarti tulisan atau karangan. Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat (Depdikbud,  1997: 794). Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta wujud  puisi tersebut. Bahasanya mengandung rima, irama, dan kiasan. Wujud  puisi dapat dilihat dari bentuknya yang berlarik membentuk bait, letak tertata, dan tidak mementingkan ejaan.
            Puisi dapat juga membedakan wujudnya dengan membandingkan dari prosa. Ada empat unsur yang merupakan hakikat puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi, serta amanat. Selain itu, ada lima unsur yang merupakan metode  puisi terdiri dari diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, ritma dan rima.
            Pengertian puisi sendiri sampai saat ini masih terlalu sulit untuk di definisikan. Kebanyakan para ahli telah membuat definisi puisi dari berbagai sudut pandang mereka sendiri. Genre sastra akan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra imajinatif dan sastra non imajinatif. Puisi sendiri terdapat pada bagian imajinatif bersama dengan prosa. Sastra imajinatif sendiri memiliki ciri-ciri isinya yang bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
            Puisi sendiri menitik beratkan keindahan bahasa yang digunakan oleh sang penulis atau sang penyair. Pandangan seperti ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa ciri khas sastra adalah pemakaian bahasa yang indah. Untuk lebih memahami apa itu puisi, yang pertama harus kita ketahui adalah pengertian puisi dan struktur puisi itu sendiri.


1
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa itu puisi ?
b.      Bagaimanakah unsur-unsur dalam puisi?
c.       Bagaimanakah jenis-jenis dan fungsi puisi ?

C.    Maksud dan Tujuan
      Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian puisi serta menjelaskan unsur-unsur puisi yaitu bunyi, irama, diksi, bahasa kias, citraan atau gambaran angan yang membangun sebuah puisi



















2
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puisi

            Para ahli sastra berusaha mendefinisikan  arti puisi tetapi tidak ada satupun yang memuaskan masyarakat akan pengertian atau definisi puisi itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh para ahli memandang puisi dari berbagai sudut pandang dan semakin lama puisi semakin berkembang mengikuti zaman sehingga definisi yang tepat untuk puisi itu sendiri belumlah ditemukan.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima “membuatatau poeisis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry (Aminuddin, 2004: 134). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (Depdiknas, 1997: 794). Thomas Chalye yang dikutip Waluyo mengatakan puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat musikal (Waluyo, 1991: 23).
Berdasarkan  beberapa pendapat tersebut, dapat dirumuskan bahwa puisi adalah bentuk karangan kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan mengekspresikan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama secara imajinatif, dengan menggunakan unsur musikal yang rapi, padu dan harmonis sehingga terwujud keindahan. Jadi, puisi adalah cara yang paling indah, impresif dan yang paling efektif dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.

B.     Unsur-Unsur Pembangun Puisi
1.Bunyi
     Bunyi adalah sesuatu yang terdengar (Depdiknas, 2007: 179). Maka, jika suatu puisi dibacakan, apa yang didengar itulah yang disebut bunyi.

3
Di dalam tubuh puisi, bunyi paling sedikit mempunyai dua peranan. Pertama yaitu untuk memberikan makna. Maksudnya, karena hakikat bahasa puisi adalah bunyi (WS, 2012: 37). Bunyi yang mengikuti konvensi/kesepakatan bahasa memiliki makna. Kedua adalah bunyi berfungsi memberikan nilai estetis pada puisi. Dengan susunan bunyi tertentu, penikmat puisi bisa terbawa kepada suasana tertentu.
Contoh:

HANYA ‘NAK TAHU BAHWA TAK TAHU

Selangkah maju ke padang ilmu
Seribu kali bertambah dungu
Habislah rambut mencari ilmu
Hanya ‘nak tahu bahwa tak tahu

                                  (Samadi, Pujangga Baru: 293)

Pada puisi di atas, karya Samadi, seorang penyair kelahiran Sumatera Barat yang termasuk ke dalam Angkatan Pujangga Baru, dapat kita lihat keindahan persamaan bunyi pada akhir suku kata terakhir tiap lariknya yang konstan berbunyi –u. Selain itu, bunyi –u pada puisi ini membawa penikmatnya ke dalam suasana haru. Hal ini karena sang penulis sendiri yang dengan rendah hati mengakui ketidaktahuannya saat ia justru sedang terus giat menuntut ilmu. Nah, lewat kedua peranan inilah bunyi menjadi unsur penting pada tubuh puisi. Bunyi dalam puisi beragam jenisnya. Di antaranya: irama, kakafoni dan efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora.

4
2.      Irama

      Merujuk KBBI Edisi Ketiga (Depdiknas, 2007: 442), irama adalah alunan yang terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendahnya nada (dalam puisi). Masih selaras dengan pengertian sebelumnya, menurut Hasanuddin WS (2012: 45), bicara soal irama erat kaitannya dengan musik. Irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana. Menurut berbagai pendapat, irama terbagi dua yaitu ritme dan metrum. Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan-pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan hanya menggema dendang penyair, sedangkan metrum adalah irama tetap yang terpola menurut pola tertentu (Semi, 1984: 109).

3.      Diksi /pemilihan kata

Salah satu hal yang ditonjolkan  dalam  puisi adalah  kata-katanya ataupun  pilihan katanya. Bahasa merupakan sarana utama dalam puisi. Dalam menciptakan sebuah puisi penyair mempunyai tujuan yang hendak disampaikan kepada pembaca melalui puisinya. Penyair ingin mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami hatinya. Selain itu juga ia ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk itulah harus dipilih kata-kata yang setepat-tepatnya.

5
Penyair juga ingin mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya dengan cermat.
Penyair harus cermat memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, kompisisi bunyi, dalam rima dan irama serta kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan  puisi  itu. Dengan uraian singkat diatas, ditegaskan kembali betapa pentingnya diksi bagi suatu puisi. Menurut Tarigan (1984: 30), pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu puisi dengan tepat.

4.      Bahasa Kias

        Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan sebenamya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, dan perbandirigan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa kiasan:
(1) Dia sama pintar dengan kakaknya
Kerbau itu sama kuat dengan sapi
(2) Matanya seperti bintang timur
Bibirnya seperti delima merekah


6
       Perbedaan antara kedua perbandirigan di atas adalah dalam hal kelasnya. Perbandirigan biasa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan. Sebab itu, untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
(1) Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandirigkan.
(2) Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
(3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tak ada kesamaan maka perbandirigan itu adalah bahasa kiasan.

5.      Jenis-jenis bahasa kias

          Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dan analogi. Mula-mula, analogi dipakai dengan pengertian proporsi; sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif Misalnya hubungan antara 3 dan 4 dinyatakan sebagai analog dengan 9 dan 12. Secara lebih umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara x dan y sebagai analog dengan hubungan antara nx dan ny. Dalam memecahkan banyak persamaan, dapat disimpulkan bahwa nilai dan suatu kuantitas yang tidak diketahui dapat ditetapkan bila diberikan relasinya dengan sebuah kuantitas yang diketahui. Perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan di bawah ini.

7
a.      Persamaan atau Simile
         Persamaan atau simile adalah perbandirigan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Kikimya seperti kepiting batu
Bibirya seperti delima merekah
Matanya seperti bintang timur
Kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan obyek pertama yang mau dibandirigkan, seperti:
Bagai air di daun talas
Bagai duri dalam daging
        Persamaan masih dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu; pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya. Misalnya:
Tertutup: Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa tegang seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14 – 14.
Terbuka: Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa seperti mengikuti pertandingan bulutangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14- 14.

8
b.      Metafora
        Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya.
Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya sebenanya sama dengan simile tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan, misalnya:
Pemuda adalah seperti bunga bangsa. —> Pemuda adalah bunga
bangsa, Pemuda —> Bunga bangsa
Orang itu seperti buaya darat. —* Orang itu adalah buaya darat.
Orang itu —> buaya darat.
c.       Alegori, parable dan fable

       Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifàt yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. lstilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual. Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bemyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.
9
 Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan dan tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang tak bernyawa.
d.      personifikasi atau prosopopoeia

        Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dan metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana. Kulihat ada bulan di kotamu lalu turun di bawah pohon belimbing depan rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.
e.       alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris Jawa. Demkian dapat dikatakan: Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya. Kedua contoh ini merupakan alusi. Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik, yaitu:
10



(1) harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenali juga oleh pembaca;
(2) penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas;
(3) bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindani acuan semacam itu.
f.       Eponim
       Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.
g.      Epitet
         Epitet (epiteta) adalab semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dan seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:
Loneeng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja rimba untuk singa, dan sebagainya.




11
h.      Sinekdoke
      Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dan kata Yunani synekdecheshai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dan sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:
Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-
Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia di
Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 – 4.
i.        Metoniinia
         Kata metonimia diturunkan dan kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demkian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demkian adalah suatu bentuk dari sinekdoke.
Ia membeli sebuah chevrolet.
Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur.
Pena lebih berbahaya dan pedang.
Ia telah memeras keringat habis-habisan.



12
j.        Antonomasia
      Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dan sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya:
Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
k.      Hipalase
        Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dan suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:
Ia berbarmg di alas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).
Ia masih menuntut almarhumah maskawin dari Sinta puterinya. (maksudnya: Ia masih menuntut maskawin dan almarhumah Siti …)
l.        Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
       Ironi diturunkan dan kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dan apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya.

13
Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya. Misalnya:
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang penlu mendapat tempat terhormat!
      Kadang-kadang dipergunakan juga istilah lain, yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme diturunkan dan nama suatu aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan. Tetapi kemudian mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial dan filsafat-filsafat lainnya. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dan ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah, maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis.
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebjaksanaan akan lenyap bersamamu!
Memang Anda adalah seorang gadis paling tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagat ini.
    Dengan kata lain, sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya.
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dan ironi dan sinisme.

14
Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dan kata Yunanj sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dan kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “menggigit bibir karena marah”, atau “berbicara dengan kepahitan”.
Mulut kau harimau kau.
Lihat sang Raksasa itu (maksudnya si Eebol).
Kelakuanmu memuakkan saja.
m.    Satire
     Ironi sering kali tidak harus ditafsirkan dari sebuah kalimat atau acuan, tetapi harus diturunkan dari suatu uraian yang panjang.          Dalam hal terakhir ini, pembaca yang tidak kritis atau yang sederhana pengetahuannya, bisa sampai kepada kesimpulan yang diametral bertentangan dengan apa yang dimaksudkan penulis, atau berbeda dengan apa yang dapat ditangkap oleh pembaca kritis. Untuk memahami apakah bacaan bersifat ironis atau tidak, pembaca atau pendengar harus mencoba meresapi implikasi-implikasi yang tersirat dalam baris-baris atau nada-nada suara, bukan hanya pada peryataan yang eksplisit itu. Pembaca harus berhati-hati menelusuri batas antara perasaan dan kegamblangan arti harfiahnya.




15
n.      Inuendo
      Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenamya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Misalnya:
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan ininum.
Ia menjadi kqya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya
o.      Antifrasis
       Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sehagainya.
Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Eebol).
Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!
Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau pendengar mengetahui atau dihadapkan pada kenyataan bahwa yang dikatakan itu adalah sebaliknya. Bila diketahui bahwa yang datang adalah seorang yang cebol, bahwa yang dihadapi adalah seorang koruptor atau penjahat, maka kedua contoh itu jelas disebut antifrasis. Kalau tidak diketahui secara pasti, maka ia disebut saja sebagai ironi.
p.      Pun atau Paronomasia
       Pun atau paronomasi adalah kiasan dengan mempergunakan keiniripan bunyi.

16
 Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya
Tanggal dua gigi saya tanggal dua.
“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”
 
6.      Fungsi Bahasa Kias

      Dilihat dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap puisi, fungsi bahasa kiasan, antaralain (1) untuk menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) untuk menghasilkan imaji tambahandalam puisi, (3) untuk menambah intensitas perasaan penyair, dan (4) untuk mengonsentrasikanmakna.
1.       Untuk Menghasilkan Kesenangan Imajinasi,
Dengan  membandingkan hal-hal yang memiliki sifat atau gambaran yang indah, imajinasi dibawa ke hal-hal yang secara fisis maupun maknawi memang betul-betul indah, sebagaimana sajak berikut ini.
Engkau adalah putri duyung
Tawananku
Putri duyung dengan
Suara merdu lembut
Bagai angin laut
Mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
Selalu mendesah
Dengan ratapnya yang merdu

17
Engkau adalah putri duyung
Tergolek lemas
Mengejap-ngejapkan matanya yang indah
Dalam jariku
Wahai, putri duyung
Aku menjaringmu
Aku melamarmu.

      Rendra telah menyamakan kekasihnya dengan putri duyung, putri  cantik memiliki tubuh yang indah, tergolek lemas, sambil mengejap-ngejapkan mata yang indah. Perbandingan di atas menghasilkan imaji yang menyenangkan
2.       Untuk Mengahsilkan Imaji Tambahan dalam Puisi,
      Deskripsi  keindahan tentang sesuatu mungkin sudah memberikan imaji tersendiri, tetapi penyair ingin memberikan gambaran agar terbentuk imaji tambahan, sebagaimana sajak berikut.
La Ronde
Adakah yang lebih indah
Dari bibir padat merekah
Adakah yang lebih manis
Dari gelap di bayang alis
 Di keningnya pelukis ragu
Mencium atau menyelimuti bahu
Tapi rambutnya menuntun tangang
Hingga pantatnya penuh saran


18

Gambaran yang dibangun oleh penyair berdasarkan kondisi fisik seorang gadis, mulai dari bibir yang merekah, kegelapan dibayangan alis, rambutnya menuntun tangan hingga pantatnya penuh saran.
3.      Untuk Menambah Intensitas Perasaan Penyair
Bahasa  kiasan       merupakan sarana dan sekaligus cara menambah intesitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikapnya. Sebagai contoh diperhatikan sajak  berikut.
Afrika Selatan
Tatapi istriku terus berbiak
Seperti rumput di pekarangan mereka
Seperti lumut di tembok mereka
Seperti cendewan di roti mereka
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami
Gunung natal milik kami.
4.      Untuk Mengonsentrasikan Makna
   Bahasa  kiasan merupakan cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampikan dan cara untuk menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat. Contoh  berikut.




19
Engkau
Engkau bagaikan kolam di tengah-tengah belukar
biriak-riak tenang
membiarkan nyiur sepasang
bercerminkan diri ke dalam
airmu…
kupandang dari kiri
Terlihat sinar matahari
Di muka air berseri
Kupandang dari kanan
Hanyalah rumput panjang
Ah!
Berkeliling aku melangkah cepat
Hanya pohon, rumput, awan yang padat
Sinar gemerlap yang dapat kulihat
Tapi
Mengapa, mengapa dasarmu
Tak kunjung menampak.
     
        Guna perbandingan seperti di atas untuk memberi gambaran yang jelas dengan maksud memerdalam, menandaskan  dan mengonsentrasikan  makna betapa sulitnya  melihat kedalaman jiwa atau hati seseorang  yang disebut dengan engkau.
  
7.      Citraan atau Gambaran Angan
Ketika kita membaca, mendengarkan pembacaan puisi kita sering merasakan seolah-oleh hanyut dalam suasana yang diciptakan oleh penyair dalam puisi yang dicipta.
20
Ketika penyair mengungkapkan peristiwa menyedihkan kita juga ikut larut. Demikian pula apabila penyair mengungkapkan perasaan dendam, marah, benci, cinta, kita juga larut dalam suasana tersebut. Pendek kata apa yang dimiliki penyair  juga menjadi milik pembaca.Citraan merupakan salah satu unsur puisi yang sangat penting kehadirannya dalam membangun keutuhan dan kekuatan puisi.

8.      Pengertian Ruang Lingkup dan Sumber Citraan
Secara umum dalam memelajari sebuah puisi perlu diperhatikan yaitu makna pusi dan maksud penyairnya. Puisi yang baik bukan sekedar dari susunan kata-kata yang baik dan indah yang tidak punya arti atau makna, melainkan mesti punya tema yang ingin disampaikan oleh penyair melalui cara dan alat tertentu. Keberhasilan penyair terletak dalam kemampuannya membentuk keselarasan antara tema dan cara penyampaian.
     Cara dan alat penyampai tema biasa disebut style yang terdiri dari beberapa unsur yaitu pola bunyi atau irama, rima, diksi, dan citraan. Di samping itu, penyair juga menggunakan gambaran angan yang disebut citraan atau gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya.
Altenbernd (1970) menyampaikan, bahwa citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Gambaran pikiran ini adalah seuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai atau gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang bersangkutan

21
9.      Jenis-jenis citraan

a.       Citraan penglihatan (Visual Imagery) 
Citraan yang ditimbulkan oleh indra penglihatan(mata). Citraan ini merupakan jenis yang paling sering digunakan penyair. Citraan ini mampu memberikan rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh :
Kulihat tempat yang indah di mentari
b.      Citraan Pendengaran (auditory imagery) 

Citraan yang berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra pendengaran.Citraan ini dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi tembang, dendang, mengiang, berdentum, dll.
Contoh :
Suaranya yang menggelegar cetar membahana
c.        Citraan Perabaan (Tactual)

Citraan yang dapat dirasakan oleh indra peraba (kulit). Pada saat kita membaca puisi kita dapat menemukan diksi yang membawa kita seolah-olah merasakan apa yang disyairkan.
Contoh:
Pedih dan perih merasuki sukma
d.      Citraan Penciuman (alvaktory)
Citraan yang dapat dirasakan oleh indra penciuman. Dengan membaca kata-kata tertentu dalam puisi kita seperti mencium bau sesuatu.
22
Contoh:
Harum semerbak aroma tubuhnya
e.       Citraan Pencecapan/Pencicipan(gustatory)

Yaitu citraan yang muncul dari puisi sehingga kita seakan-akan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa pahit, manis, asam, pedas, dll.
Contoh:
Neraka adalah rasa pahit di mulut  (Subagio Sastrowardoyo) 
f.       Citraan Gerak (kineistetik)

Adalah citraan yang ditimbulkan oleh gerak tubuh sehingga kita merasakan atau seolah melihat gerakan tersebut.
Contoh:
Kulapangkan dada dan kukepalkan tangan

Contoh lengkap Puisi dengan Citraan diatas :

Kulihat sawah yang membentang luas
Kudengar suara kicauan burung yang ramai
Angin dari timur mulai berhembus dan dinginnya menusuk tulang
Kucium aroma yang dibawa angin itu
Sangat pahit rasanya
Aku berlari sampai akhirnya aku menyadari bahwa semuanya itu hanyalah mimpi


21

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
        Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa puisi Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima “membuatatau poeisis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry (Aminuddin, 2004: 134). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (Depdiknas, 1997: 794). Thomas Chalye yang dikutip Waluyo mengatakan puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat musikal (Waluyo, 1991: 23). Dan usur-unsur yang membangun puisi adalah bunyi,irama,diksi, bahasa kias,citraan atau gambaran angan

B.  Saran
     Dari makalah ini saya sebagai penyusun mengharapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat ember ilmu baru kepada para pembaca dan sayapun mengharapkan tegur sapa serta saran yang bisa ember makna dan dapat menjadi bahan pembelajaran kepada saya dari kekeliruan yang ada dalam makalah ini








24
DAFTAR PUSTAKA



















26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI BELAJAR NATIVISTIK

sejarah dan Atribut PMKRI

tugas apresiasi sastra