pendekatan ilmu bahasa


PENDEKATAN
Pendekatan menurut Kosadi, dkk (1979) adalah seperangkat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989), pendekatan adalah seperangkat korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan adalah seperangkat asumsi-asumsi yang antara satu dan lainnya saling terkait. Asumsi-asumsi ini sangat berhubungan dengan karakter bahasa dan karakter proses pengajaran serta pembelajarannya. Pendekatan juga bisa diartikan dengan cara pandang dan bisa juga diartikan sebagai rencana menyeluruh yang berhubungan erat dengan penyajian materi pelajaran secara teratur. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode.
Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
1.   Pendekatan-pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa
Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa, antara lain pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunikatif dan pendekatan terpadu.
a.  Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar-mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu, dapat ditentukan metode yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang ditetapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah diterapkan untuk mencapai tujuan itu sendiri.
b.  Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah. Atas dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu pembelajaran perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Jelas, bahwa aspek kognitif bahasa diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan pendekatan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat karena mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan membuat kesalahan seperti di bawah ini.
“ Bajunya anak itu baru”
“Di sekolah kami mengadakan pertandingan sepak bola”
“Anak-anak itu lari-lari di halaman”
2. Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa
a. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang secara eksplisit tercantum dalam kurikulum 2004 GBPP Bahasa Indonesia SD. Pendekatan komunikatif lahir disebabkan oleh terlalu lamanya situasi pengajaran bahasa diwarnai oleh pendekatan struktural. Di samping itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk memusatkan perhatian pada “kemampuan komunikatif”. (Muchlisoh, 1993:7).
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sarana berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi komunikasi.
Menurut Littlewood (dalam Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada pemikiran bahwa:
1)      Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsi komunikasi bahasa.
2)      Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Sehubungan dengan pendapat itu, dia mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, kepada siswa diberikan latihan, antara seperti di bawah ini.
1.      Memberi informasi secara terbatas
a.       Mengidentifikasi gambar
b.      Menemukan/mencari pasangan yang cocok
c.       Menemukan informasi yang ditiadakan
2.      Memberikan informasi tanpa dibatasi bebas (tak terbatas)
a.       Mengkomunikasikan contoh dan gambar
b.      Menemukan perbedaan
c.       Menyusun kembali bagian-bagian cerita
3.      Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
4.      Menyusun informasi
 2.    Kelas sebagai konteks sosial
 3.    Simulasi dan bermain peran
b. Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa
Pendekatan integratif atau pendekatan terpadu merupakan pendekatan pembelajaran bahasa dengan cara berpikir menyeluruh, yang menghubungkan semua aspek keterampilan berbahasa sebagai kesatuan yang bermakna (Routman, 1991:276). Selain itu, Djiwandono (1996:10) mengataka bahwa pendekatan integrative merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Dalam pembelajaran bahasa, materi pembelajaran bahasa disajikan secara terpadu, yaitu terpadu antar-materi dalam pembelajaran bahasa dan berpijak pada satu tema tertentu. Pendekatan integratif menurut Pappas (1990)  berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Siswa aktif dan merupakan pengajaran yang bersifat konstruktif,
2.      Bahasa digunakan untuk bermacam-macam pola;
3.      Pengetahuan diorganisasikan dan dibentuk oleh pembelajar secara individual melalui interaksi sosial.
Sedangkan pendekatan terpadu berdasarkan paham filosofi Whole Language, memandang bahwa belajar bahasa menjadi mudah apabila:
1)      Bersifat holistik, realistis, relevan
2)      Bermakna dan fungsional
3)      Tidak terlepas dari konteks pemakaiannya (Weaver, 1990:5)
Untuk menciptakan proses pengajaran bahasa yang mudah dipelajari, Goodman (1986:8) menyatakan bahwa pengajaran bahasa dilangsungkan secara whole language dengan memperhatikan sejumlah kenyataan, yaitu:
1)         Bahasa harus nyata (alamiah)
2)         Bersifat menyeluruh
3)         Logis
4)         Menarik
5)         Relevan dengan pebelajar
6)         Menjadi milik pebelajar
7)         Menggunakan bagian dari peristiwa nyata
8)         Diperlukan masyarakat
9)        Sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pebelajar
10)       Dapat dimengerti dan digunakan pebelajar
Untuk mengoptimalkan keterpaduan antara pembelajaran bahasa dengan pendekatan integratif, Buscing dan Chwartz (1983) mengemukakan tiga prinsip, yaitu:
1)  Keefektipan komunikasi secara luas sebagai tujuan pengajaran di sekolah dasar
2)  Memaksimalkan hubungan antar keterampilan berbahasa
3)  Situasi pengajaran bahasa menurut konteks
Selanjutnya, Yeager (1991) mengemukakan beberapa hal yang terjadi di dalam kelas dengan pendekatan integratif, yakni:
1)     Siswa banyak bergaul dengan literatul (bacaan).
2)  Siswa merasakan adanya peningkatan dalam belajar dan mereka memperlihatkan kesanggupan belajar yang tinggi.
3)     Guru-guru berinteraksi dengan siswa, baik sebagai pembaca maupun sebagai penulis.
4)     Guru memperlihatkan perhatiannya terhadap bacaan dan tulisan pada umumnya.
Jadi jelas, bahwa aspek-aspek itu, di dalam praktek penggunaan bahasa, akan selalu tampil bersama. Melihat kenyataan tersebut makan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, ditetapkan suatu pendekatan yang dalam pelaksanaannya memadukan aspek-aspek bahasa. Pendekatan itu disebut pendekatan terpadu.
3.  Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Telah dikemukakan bahwa pemilihan pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa, termasuk Bahasa Indonesia dilandasi oleh pemikiran bahwa aspek-aspek bahasa selalu digunakan secara terpadu; bahasa tidak pernah digunakan secara terpisah, aspek demi aspek. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, materi kebahasaan yang perlu diberikan kepada siswa SD mencakup:
1.      Lafal dan Intonasi, ini berkaitan dengan keterampilan membaca dan keterampilan berbicara serta menyimak.
2.      Ejaan dan tanda baca; berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis.            
3.      Struktur, berkaitan dengan keempat jenis keterampilan berbahasa.
4.      Kosakata, berkaitan dengan semua aspek lain, baik aspek keterampilan berbahasa dan struktur.
1. Penerapan Pendekatan Terpadu
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dikelas-kelas rendah, keterampilan tersebut dapat diwujudkan sebagai berikut:
1)      Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, sekaligus guru mengajarkan bagaimana melafalkannya (mengucapkannya) dengan tepat. Dalam hal ini guru mengkaitkan kegiatan membaca dan pemahaman tentang lafal atau ucapan yang tercakup dalam tata bunyi.
2)      Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, guru sekaligus juga mengajarkan bagaimana membacanya, melafalkannya, dan bagaimana ejaannya. dalam hal ini, kecuali guru mengaitkan membaca dan lafal, guru juga mengaitkannya dengan fonem, walaupun istilah tersebut tidak dinyatakan kepada siswa . Hal ini dilihat misalnya pada waktu siswa harus menuliskan kata-kata seperti, mama, mana, mata, yang maknanya berbeda-beda karena perbedaan pada /m/n/ dan /t/.
3)      Pada waktu guru mengajarkan membaca kalimat, guru sekaligus mengajarkan bagaimana intonasinya, pelafalannya, tanda baca yang ada dalam bacaan. dan bagaimana membaca kalimat itu dengan memperhatikan tanda-tanda baca yang digunakan. Disamping itu, guru berkesempatan menambah kosa kata siswa dan pada waktu guru memberikan contoh membaca atau salah seorang siswa membaca, tentu saja siswa yang lain harus menyimak.
4)      Pada saat guru mengajarkan menulis kalimat, guru sekaligus mengajarkan ejaan bagaimana cara menggunakan tanda baca dalam kalimat., seperti titik, koma, dan tanda tanya. Disamping itu, siswa juga diminta  membaca kalimat-kalimat yang telah mereka buat, siswa yang sedang tidak membaca akan mendengarkan dengan baik atau menyimak. Jika demikian telah ada pemaduan antara menulis, membaca dan menyimak tetapi dalam hal ini tekanannya pada keterampilan menulis.
5)      Pada waktu guru mengajarkan keterampilan berbicara sekaligus guru mengajarkan intonasi, lafal, dan menyimak. Mungkin setelah salah satu siswa bercerita, siswa yang lain diminta mengemukakan isi cerita itu secara singkat. Dengan demikian, pada waktu salah seorang siswa bercerita, temannya benar-benar menyimak.
6)      Keterampilan menyimak dapat dipadukan dengan keterampilan berbicara maupun keterampilan menulis. Pada pembelajaran menyimak ini, dapat juga guru sengaja menggunakan atau menyelipkan kata-kata baru bagi siswa, sehingga menambah pembendaharaan kata mereka. Jika demikian, berarti guru telah memadukan menyimak, berbicara, menulis dan pembendaharaan kosa kata siswa.
7)      Pada waktu guru mengajarkan kata-kata baru, guru harus selalu ingat bahwa kata-kata tersebut harus masuk dalam kalimat atau dalam bacaan (di dalam konteks). Jadi dalam hal ini, guru mengajarkan kata baru sekaligus mengajarkan bagaimana penggunaannya didalam kalimat. Dalam hal ini ada pemaduan antara kosa kata keterampilan berbahasa dan struktur.
8)      Pemaduan dengan bidang-bidang studi lain seperti IPA, IPS, dan matematika dilakukan melalui penyajian tema dan materi berkaitan dengan bidang studi tersebut. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, pembelajaran aspek-aspek keterampilan berbahasa diberikan secara terpadu. Misalnya:
a. Menyimak dan Berbicara
b. Membaca dan Menyimak        
c. Membaca dan Menulis
B. Analisis kurikulum 1975,1984,1994,dan KBK
  1. 1.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
  1. 2.      Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
1)  Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2)  Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
3)  Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
4)  Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5)  Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6)  Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
     Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
  1. 3.      Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1)  Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
2)  Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3)  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4)    Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5)  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6)   Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7)    Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
1)  Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2)   Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
     Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
1)  Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2)  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3)   Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4)   Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5)  Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
  1. 4.                                                     Kurikulum 2004
Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhannya.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu (Suyanto, 2005)
Kurikulum berbasis kompetensi memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran. Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Dari definisi-definisi di atas kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada mengeksplorasi kemampuan/potensi peserta didik secara optimal, mengkonstruk apa yang dipelajari dan mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap peserta didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan, lingkungan, sumber daya, norma, integrasi dan aplikasi berbagai kecakapan kinerja, dengan kata lain KBK berorientasi pada pendekatan konstruktivisme, hal ini terlihat dari ciri-ciri KBK, yaitu:
Ø   Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal
Ø   Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
Ø   Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
Ø   Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar yang lain yang memenuhi unsur edukasi
Ø  Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Dengan kurikulum yang dernikian dapat memudahkan guru dalam penyajian pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu: belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam kebersamaan.
Legalitas formal pelaksanaan KBK pada tingkat pendidikan dasar dan menengah belum ada karena tidak ada Permendiknas yang mengatur tentang hal itu. Meskipun demikian landasan hukum untuk penyelenggaraan KBK bisa mengacu pada:
1. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu : pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
2. Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal 36 ayat: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum pada semua enjag dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasii sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia… dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
BAB II
KESIMPULAN
Pendekatan adalah seperangkat asumsi-asumsi yang antara satu dan lainnya saling terkait. Asumsi-asumsi ini sangat berhubungan dengan karakter bahasa dan karakter proses pengajaran serta pembelajarannya.
Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya.
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Dapat dikatakan bahwa teknik pembelajaran adalah siasat yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, untuk memperoleh hasil yang optimal.
Beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa yakni: 1. Pendekatan Tujuan, 2. Pendekatan Struktural, 3. Pendekatan Komunikatif, dan 4. Pendekatan Terpadu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI BELAJAR NATIVISTIK

sejarah dan Atribut PMKRI

tugas apresiasi sastra