pendekatan ilmu bahasa
PENDEKATAN
Pendekatan menurut Kosadi, dkk
(1979) adalah seperangkat asumsi mengenai hakikat bahasa, pengajaran dan proses
belajar-mengajar bahasa. Menurut Tarigan (1989), pendekatan adalah seperangkat
korelatif yang menangani teori bahasa dan teori pemerolehan bahasa. Sedangkan
menurut Djunaidi (1989) Pendekatan merupakan serangkaian asumsi yang bersifat
hakikat bahasa, pengajaran bahasa dan belajar bahasa.
Pendekatan adalah seperangkat asumsi-asumsi
yang antara satu dan lainnya saling terkait. Asumsi-asumsi ini sangat
berhubungan dengan karakter bahasa dan karakter proses pengajaran serta
pembelajarannya. Pendekatan juga bisa diartikan dengan cara pandang dan bisa
juga diartikan sebagai rencana menyeluruh yang berhubungan erat dengan
penyajian materi pelajaran secara teratur. Pendekatan merupakan dasar teoritis
untuk suatu metode.
Asumsi tentang bahasa bermacam-macam,
antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang
menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan;
dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach).
1. Pendekatan-pendekatan dalam Pembelajaran
Bahasa
Pendekatan
yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa, antara lain pendekatan
tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang
dipandang lebih sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan
komunikatif dan pendekatan terpadu.
a. Pendekatan
Tujuan
Pendekatan
tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan
belajar-mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah
tujuan hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan itu,
dapat ditentukan metode yang akan digunakan dan teknik pengajaran yang
ditetapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai. Jadi proses belajar
mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah diterapkan untuk mencapai tujuan itu
sendiri.
b. Pendekatan
Struktural
Pendekatan
struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa, yang
dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah. Atas
dasar anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus
mengutamakan penguasaaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu
pembelajaran perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa
yang tercakup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam hal ini
pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat
penting. Jelas, bahwa aspek kognitif bahasa diutamakan.
Di samping
kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan pendekatan
struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat karena mereka
memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan membuat
kesalahan seperti di bawah ini.
“ Bajunya
anak itu baru”
“Di
sekolah kami mengadakan pertandingan sepak bola”
“Anak-anak
itu lari-lari di halaman”
2. Pendekatan
Komunikatif dan Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa
a. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan
komunikatif merupakan pendekatan yang secara eksplisit tercantum dalam
kurikulum 2004 GBPP Bahasa Indonesia SD. Pendekatan komunikatif lahir
disebabkan oleh terlalu lamanya situasi pengajaran bahasa diwarnai oleh
pendekatan struktural. Di samping itu, ada kebutuhan yang mendesak untuk
memusatkan perhatian pada “kemampuan komunikatif”. (Muchlisoh, 1993:7).
Pendekatan
komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai
dalam pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai
seperangkat kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sarana berkomunikasi. Ini
berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi komunikasi.
Menurut
Littlewood (dalam Rofi’uddin, 1999:23) pendekatan komunikatif didasarkan pada
pemikiran bahwa:
1) Pendekatan
komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa.
Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa tidak terbatas pada
tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga pada fungsi komunikasi bahasa.
2) Pendekatan
komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa.
Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa pembelajaran bahasa, tidak cukup dengan
memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu, tetapi siswa harus
mampu mengembangkan cara-cara menerapkan bentuk-bentuk itu sesuai dengan fungsi
bahasa sebagai sarana komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Sehubungan
dengan pendapat itu, dia mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran
bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, kepada siswa diberikan latihan, antara
seperti di bawah ini.
1. Memberi
informasi secara terbatas
a. Mengidentifikasi
gambar
b. Menemukan/mencari
pasangan yang cocok
c. Menemukan
informasi yang ditiadakan
2. Memberikan
informasi tanpa dibatasi bebas (tak terbatas)
a. Mengkomunikasikan
contoh dan gambar
b. Menemukan
perbedaan
c. Menyusun
kembali bagian-bagian cerita
3. Mengumpulkan
informasi untuk memecahkan masalah
4. Menyusun
informasi
2. Kelas sebagai konteks
sosial
3. Simulasi dan bermain
peran
b. Pendekatan Terpadu dalam
Pembelajaran Bahasa
Pendekatan
integratif atau pendekatan terpadu merupakan pendekatan pembelajaran bahasa
dengan cara berpikir menyeluruh, yang menghubungkan semua aspek keterampilan
berbahasa sebagai kesatuan yang bermakna (Routman, 1991:276). Selain itu,
Djiwandono (1996:10) mengataka bahwa pendekatan integrative merupakan
penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama
membentuk bahasa. Dalam pembelajaran bahasa, materi pembelajaran bahasa
disajikan secara terpadu, yaitu terpadu antar-materi dalam pembelajaran bahasa
dan berpijak pada satu tema tertentu. Pendekatan integratif menurut Pappas
(1990) berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa
aktif dan merupakan pengajaran yang bersifat konstruktif,
2. Bahasa
digunakan untuk bermacam-macam pola;
3. Pengetahuan
diorganisasikan dan dibentuk oleh pembelajar secara individual melalui
interaksi sosial.
Sedangkan pendekatan terpadu
berdasarkan paham filosofi Whole Language, memandang bahwa
belajar bahasa menjadi mudah apabila:
1)
Bersifat holistik, realistis, relevan
2)
Bermakna dan fungsional
3)
Tidak terlepas dari konteks pemakaiannya (Weaver, 1990:5)
Untuk menciptakan proses pengajaran
bahasa yang mudah dipelajari, Goodman (1986:8) menyatakan bahwa pengajaran
bahasa dilangsungkan secara whole language dengan
memperhatikan sejumlah kenyataan, yaitu:
1)
Bahasa harus nyata (alamiah)
2)
Bersifat menyeluruh
3)
Logis
4)
Menarik
5)
Relevan dengan pebelajar
6)
Menjadi milik pebelajar
7)
Menggunakan bagian dari peristiwa nyata
8)
Diperlukan masyarakat
9) Sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan pebelajar
10)
Dapat dimengerti dan digunakan pebelajar
Untuk mengoptimalkan keterpaduan
antara pembelajaran bahasa dengan pendekatan integratif, Buscing dan Chwartz
(1983) mengemukakan tiga prinsip, yaitu:
1)
Keefektipan komunikasi secara luas sebagai tujuan pengajaran di sekolah
dasar
2) Memaksimalkan hubungan
antar keterampilan berbahasa
3) Situasi pengajaran bahasa
menurut konteks
Selanjutnya, Yeager (1991)
mengemukakan beberapa hal yang terjadi di dalam kelas dengan pendekatan
integratif, yakni:
1) Siswa
banyak bergaul dengan literatul (bacaan).
2)
Siswa merasakan adanya peningkatan dalam belajar dan mereka
memperlihatkan kesanggupan belajar yang tinggi.
3) Guru-guru berinteraksi dengan siswa, baik
sebagai pembaca maupun sebagai penulis.
4) Guru memperlihatkan perhatiannya terhadap
bacaan dan tulisan pada umumnya.
Jadi
jelas, bahwa aspek-aspek itu, di dalam praktek penggunaan bahasa, akan selalu
tampil bersama. Melihat kenyataan tersebut makan dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia, ditetapkan suatu pendekatan yang dalam pelaksanaannya memadukan
aspek-aspek bahasa. Pendekatan itu disebut pendekatan terpadu.
3. Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Telah
dikemukakan bahwa pemilihan pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa,
termasuk Bahasa Indonesia dilandasi oleh pemikiran bahwa aspek-aspek bahasa
selalu digunakan secara terpadu; bahasa tidak pernah digunakan secara terpisah,
aspek demi aspek. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, materi kebahasaan yang
perlu diberikan kepada siswa SD mencakup:
1. Lafal
dan Intonasi, ini berkaitan dengan keterampilan membaca dan keterampilan
berbicara serta menyimak.
2. Ejaan dan tanda baca;
berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis.
3. Struktur,
berkaitan dengan keempat jenis keterampilan berbahasa.
4. Kosakata,
berkaitan dengan semua aspek lain, baik aspek keterampilan berbahasa dan
struktur.
1. Penerapan Pendekatan Terpadu
Dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dikelas-kelas rendah, keterampilan tersebut dapat
diwujudkan sebagai berikut:
1)
Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, sekaligus guru
mengajarkan bagaimana melafalkannya (mengucapkannya) dengan tepat. Dalam hal
ini guru mengkaitkan kegiatan membaca dan pemahaman tentang lafal atau ucapan
yang tercakup dalam tata bunyi.
2)
Ketika guru mengajarkan menulis kalimat atau kata-kata, guru sekaligus juga
mengajarkan bagaimana membacanya, melafalkannya, dan bagaimana ejaannya. dalam
hal ini, kecuali guru mengaitkan membaca dan lafal, guru juga mengaitkannya
dengan fonem, walaupun istilah tersebut tidak dinyatakan kepada siswa . Hal ini
dilihat misalnya pada waktu siswa harus menuliskan kata-kata seperti, mama,
mana, mata, yang maknanya berbeda-beda karena perbedaan pada /m/n/ dan /t/.
3)
Pada waktu guru mengajarkan membaca kalimat, guru sekaligus mengajarkan
bagaimana intonasinya, pelafalannya, tanda baca yang ada dalam bacaan. dan
bagaimana membaca kalimat itu dengan memperhatikan tanda-tanda baca yang
digunakan. Disamping itu, guru berkesempatan menambah kosa kata siswa dan pada
waktu guru memberikan contoh membaca atau salah seorang siswa membaca, tentu
saja siswa yang lain harus menyimak.
4)
Pada saat guru mengajarkan menulis kalimat, guru sekaligus mengajarkan ejaan
bagaimana cara menggunakan tanda baca dalam kalimat., seperti titik, koma, dan
tanda tanya. Disamping itu, siswa juga diminta membaca kalimat-kalimat
yang telah mereka buat, siswa yang sedang tidak membaca akan mendengarkan
dengan baik atau menyimak. Jika demikian telah ada pemaduan antara menulis,
membaca dan menyimak tetapi dalam hal ini tekanannya pada keterampilan menulis.
5)
Pada waktu guru mengajarkan keterampilan berbicara sekaligus guru mengajarkan
intonasi, lafal, dan menyimak. Mungkin setelah salah satu siswa bercerita,
siswa yang lain diminta mengemukakan isi cerita itu secara singkat. Dengan
demikian, pada waktu salah seorang siswa bercerita, temannya benar-benar
menyimak.
6)
Keterampilan menyimak dapat dipadukan dengan keterampilan berbicara maupun
keterampilan menulis. Pada pembelajaran menyimak ini, dapat juga guru sengaja
menggunakan atau menyelipkan kata-kata baru bagi siswa, sehingga menambah
pembendaharaan kata mereka. Jika demikian, berarti guru telah memadukan
menyimak, berbicara, menulis dan pembendaharaan kosa kata siswa.
7)
Pada waktu guru mengajarkan kata-kata baru, guru harus selalu ingat bahwa
kata-kata tersebut harus masuk dalam kalimat atau dalam bacaan (di dalam
konteks). Jadi dalam hal ini, guru mengajarkan kata baru sekaligus mengajarkan
bagaimana penggunaannya didalam kalimat. Dalam hal ini ada pemaduan antara kosa
kata keterampilan berbahasa dan struktur.
8)
Pemaduan dengan bidang-bidang studi lain seperti IPA, IPS, dan matematika
dilakukan melalui penyajian tema dan materi berkaitan dengan bidang studi
tersebut. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, pembelajaran aspek-aspek
keterampilan berbahasa diberikan secara terpadu. Misalnya:
a. Menyimak dan Berbicara
b. Membaca dan
Menyimak
c. Membaca dan Menulis
B. Analisis kurikulum 1975,1984,1994,dan
KBK
- 1. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi,
Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi,
dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
- 2. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan
kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta —
sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah
berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun 1984
terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu
banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
- 3. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994
bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan
proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang,
perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.
Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah
dengan sistem caturwulan
2) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
2) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama
dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai
akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content
oriented), di antaranya sebagai berikut:
1) Beban belajar siswa terlalu berat karena
banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat
berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
1) Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus
sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
2) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
- 4. Kurikulum 2004
Pusat
kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan bahwa kurikulum berbasis
kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul
pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna,
dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhannya.
Kurikulum
berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama
dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan
pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada
waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi
maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan
kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan
validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi
bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi
maupun dunia ilmu (Suyanto, 2005)
Kurikulum
berbasis kompetensi memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap
mata pelajaran. Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam
mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi
(content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi
dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan,
keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh
siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi
pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar,
isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran.
Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang
lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan
belajar.
Dari
definisi-definisi di atas kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada
mengeksplorasi kemampuan/potensi peserta didik secara optimal, mengkonstruk apa
yang dipelajari dan mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kurikulum berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap peserta didik agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat
kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan, lingkungan, sumber daya,
norma, integrasi dan aplikasi berbagai kecakapan kinerja, dengan kata lain KBK
berorientasi pada pendekatan konstruktivisme, hal ini terlihat dari ciri-ciri
KBK, yaitu:
Ø Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa,
baik secara individual maupun klasikal
Ø Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
Ø Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi
Ø Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga
sumber belajar yang lain yang memenuhi unsur edukasi
Ø Penilaian menekankan
pada proses dan hasil dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Dengan
demikian kurikulum berbasis kompetensi ditujukan untuk menciptakan tamatan yang
kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum
ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar
yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter
nasional. Dengan kurikulum yang dernikian dapat memudahkan guru dalam penyajian
pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang
mengacu pada empat pilar pendidikan universal, yaitu: belajar mengetahui,
belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam
kebersamaan.
Legalitas formal pelaksanaan KBK
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah belum ada karena tidak ada
Permendiknas yang mengatur tentang hal itu. Meskipun demikian landasan hukum
untuk penyelenggaraan KBK bisa mengacu pada:
1. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Otonomi
Daerah bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu : pemerintah memiliki wewenang
menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan
kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman
pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
2. Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional
dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal 36 ayat:
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum pada
semua enjag dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasii
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia… dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar dan
struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
BAB II
KESIMPULAN
Pendekatan adalah seperangkat asumsi-asumsi
yang antara satu dan lainnya saling terkait. Asumsi-asumsi ini sangat
berhubungan dengan karakter bahasa dan karakter proses pengajaran serta
pembelajarannya.
Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran
bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis
bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana
pengembangannya.
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan
ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut.
Dapat dikatakan bahwa teknik pembelajaran adalah siasat yang dilakukan oleh
guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, untuk memperoleh hasil yang
optimal.
Beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa yakni: 1.
Pendekatan Tujuan, 2. Pendekatan Struktural, 3. Pendekatan Komunikatif, dan 4.
Pendekatan Terpadu.
Komentar
Posting Komentar